Rabu, 23 Maret 2016

KH. Agus Salim, Islam dan Indonesia



Agus Salim adalah salah satu tokoh nasional Indonesia. Beliau lahir di Sumatra Barat, 8 Oktober 1884. Nama kecilnya adalah Musyudul Haq. Beliau lahir dari pasangan sami istri Sutan Muhammad Salim dan Siti Zaenab. Ayahnya adalah pejabat pribumi yang dipercaya oleh pemerintah Belanda untuk menjadi hoofdjaksa ( pengadilan negeri). Sungguh hebat karena pada saat itu pemerintah belanda sangat jarang memberi kesempatan pada anak pribumi untuk menjadi bagian dari pemerintah belanda. Musyudul Haq kecil mendapat gelar kehormatan dari Belanda ‘gelijkgesteld’ atau sama derajatnya dengan bangsa Eropa. Semanjak kecil orang tuanya memanggilnya dengan sebutan “den bagus”. Orang-orang belanda sangat kesulitan untuk menyebut dengan kata tersebut. Lalu mereka menyebutnya dengan sebutan “aguts” (agustus). Dan kelak namanya akan berganti dengan nama “Agus Salim” yang berarti agus putra Salim.[i]
Agus Salim kecil merupakan anak yang cerdas. Ia mengawali karir pendidikannya di sekolah ELS (Europeese Lagere School) yang mana didalamnya banyak orang-orang belanda. Ia sangat pandai menerka bahasa yang diucapkan oleh orang-orang belanda. Sehingga ia dapat bersaing dengan bule-bule belanda di sekolahnya. Pada umur 10 tahun, ia bahkan sudah menguasai bahasa belanda dengan baik. Sehingga gurunya yang bernama Mr.Brouwer memintanya agar mau tinggal bersamanya. Ia mempunyai cara unik untuk belajar. Ia setiap sehabis sholat dzuhur selalu belajar ditempat yang sangat sunyi. Yaitu diantara plafon dengan genteng. Tak ada satupun yang mengetahuinya kalau ia belajar disana termasuk orang tua dan teman-teman yang mengajak bermain dengannya. Ia selalu menjalani proses balajarnya dari habis dzuhur sampai menjelang sholat ashar. Satelah ia melakoni belajarnya, ia kemudiian baru bermain dengan temen-temennya di sore hari sehabis sholat ashar.[ii]
Setelah lulus dari ELS beliau melanjutkan pendidikannya ke HBS  (Hoogere Burgerschool) dan dengan kecerdasanya yang luar biasa, ia dapat menjadi lulusan terbaik se-Hindia-Belanda. Ia lulus pada tahun 1903 M. Karena nilainya yang sangat bagus, Agus Salim berharap pemerintah mau mengabulkan permohonan beasiswanya untuk melanjutkan sekolah kedokteran di Belanda. Tapi, permohonan itu ternyata ditolak. Dia patah arang. Tapi, kecerdasannya menarik perhatian Kartini, anak Bupati Jepara. Sebuah cuplikan dari surat Kartini ke Ny. Abendanon, istri pejabat yang menentukan pemberian beasiswa pemerintah pada Kartini: “Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia dikarunia bahagia. Anak muda itu namanya Salim, dia anak Sumatera asal Riau, yang dalam tahun ini, mengikuti ujian penghabisan sekolah menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS! Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi dokter. Sayang sekali, keadaan keuangannya tidak memungkinkan.”
Lalu, Kartini merekomendasikan Agus Salim untuk menggantikan dirinya berangkat ke Belanda, karena pernikahannya dan adat Jawa yang tak memungkinkan seorang puteri bersekolah tinggi. Caranya dengan mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden dari pemerintah ke Agus Salim. Pemerintah akhirnya setuju. Tapi, Agus Salim menolak. Dia beranggapan pemberian itu karena usul orang lain, bukan karena penghargaan atas kecerdasan dan jerih payahnya. Salim tersinggung dengan sikap pemerintah yang diskriminatif. Apakah karena Kartini berasal dari keluarga bangsawan Jawa yang memiliki hubungan baik dan erat dengan pejabat dan tokoh pemerintah sehingga Kartini mudah memperoleh beasiswa?[iii]
Dalam biografi Agus Salim disebutkan, pada tahun 1906 bersamaan dengan gagalnya dia melanjutkan sekolah, beliau mendapatkan tawaran kerja sebagai penerjemah di konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi. Beliau menerima pekerjaan tersebut dalam kurun waktu 2 tahun antara tahun 1909 sampai 1911. Disela-sela pekerjaannya, beliau menimba ilmu lebih jauh tentang agama Islam kepada Syech Ahmad Khatib, seorang Imam di Masjidil Haram yang juga pamannya sendiri dan merupakan guru dari KH. Hasyim Asy`ari pendiri NU dan KH. Ahmad dahlan Pendiri Muhammadiyah. Selain belajar agama, beliau juga belajar mengenai ilmu diplomasi dan politik. Perpaduan ketajaman ilmu Agama, ilmu Politik, Kemampuan Bahasa asing dan kecerdasannya yang tinggi membuatnya menjadi pribadi yang disegani. Saat pulang ke tanah air, beliau langsung aktif dalam pergerakan nasional dan juga mendirikan Sekolah HIS (Hollandsche Inlandesche School.
   Perjuangan politiknya diawali saat bergabung dengan Serikat Islam pada tahun 1915 yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis. Beliau sempat menjadi anggota Volksraad ( semacam DPR/MPR) dari perwakilan SI di pemerintah Hindia Belanda menggantikan seniornya HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis. Agus Salim tidak bertahan lama dan mengalami kekecewaan atas kebijakan pemerintah Hindia Belanda sebagaimana pendahulunya dan berkesimpulan berjuang dari dalam tidak efektif hingga memutuskan focus berjuang melalui SI. Pada tahun 1923 SI pecah secara ideolgi menjadi SI kiri atau SI merah yang berideologikan ke ``kiri`` yang dipimpin oleh Semaun dan Darsono yang menjadi cikal bakal PKI dengan SI kanan atau SI Putih yang berhaluan ideology kanan, dimana Agus Salim tergabung didalamnya dengan Tjokroaminoto. Agus Salim sering mendapat tuduhan sebagai mata-mata Belanda, namun ditepisnya dengan keberaniannya untuk mengkritik pemerintah Belanda melalui pidato-pidatonya. Agus Salim menjadi pimpinan puncak SI menggantikan HOS Tjokroaminoto yang wafat pada tahun 1934. Selain di SI, beliau mendirikan juga organisasi Jong Islamieten Bond dan melakukan perubahan pola pikir dari yang kaku ke Islam moderat dengan meniadakan hijab pemisah antara tempat duduk laki-laki dan perempuan pada kongres ke 2 Jong Islamieten Bond di Yogyakarta tahun 1927.[iv]
   Agus Salim pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada akhir kekuasaan Jepang. Ketika Indonesia merdeka, dia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Kepiawaiannya berdiplomasi membuat dia dipercaya sebagai Menteri Muda Luar Negeri dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta. Sesudah pengakuan kedaulatan Agus Salim ditunjuk sebagai penasehat Menteri Luar Negeri.

Dengan badannya yang kecil, di kalangan diplomatik Agus Salim dikenal dengan julukan The Grand Old Man, sebagai bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang diplomasi. Banyak jasa-jasanya bagi bangsa Indonesia di bidang politik. Ia aktif dalam perjuangan kemerdekaan melalui organisasi-organisasi yang dikutinya. Berikut adalah beberapa jabatan yang ia lalui demi negaranya Indonesia
  • Anggota Volksraad (1921-1924)
  • Anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945 
  • Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947 
  • Pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947
  • Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947 
  • Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949 [v]
Selain kepiawaianya dalam bidang diplomatik,Agus Salim juga merupakan sedikit dari orang Indonesia yang fasih berbicara dalam sembilan bahasa asing. Selain Bahasa Melayu dan Bahasa Minang yang menjadi bahasa ibunya, Salim juga menguasai Bahasa Belanda, Arab, Inggris, Jepang, Prancis, Jerman, Mandarin, Latin, Jepang dan Turki. Ia juga menguasai beberapa bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa dan Sunda. Karena penguasaannya yang komplet, Salim beberapa kali ditugaskan pemerintah mewakili Indonesia dalam berbagai perundingan. Pada tahun 1947, ia bersama Sutan Sjahrir menjadi wakil Indonesia dalam Konferensi Inter-Asia di New Delhi. Selanjutnya Salim memimpin delegasi Indonesia ke Timur Tengah untuk memperoleh pengakuan kedaulatan. Hasilnya, Indonesia beroleh dukungan kemerdekaan dari Mesir (10 Juni 1947), Lebanon (29 Juni 1947), dan Suriah (2 Juli 1947). Selanjutnya Agus Salim kembali mendampingi Sutan Sjahrir, dalam sidang Dewan Keamanan PBB di Lake Success Amerika Serikat. Dalam Perjanjian Renville, Agus Salim kembali diutus untuk berunding dengan Belanda. Kali ini ia pergi bersama Perdana Menteri Amir Sjarifuddin, Ali Sastroamijoyo, Mohammad Roem, dan Ir. Djuanda.[vi]
Agus Salim, memiliki pola berpikir yang dipengaruhi oleh lingkungannya dalam hal sosial-intelektual. Dia adalah anak dari pejabat pemerintah yang juga berasal dari kalangan bangsawan dan agama. Jadi, sejak kecil ia hidup di lingkungan yang penuh dengan nuansa-nuansa keagamaan. Setelah menyelesaikan studi sekolah pertengahannya di Jakarta, dia bekerja untuk konsulat Belanda di Jeddah (1906-1909). Di sini dia mempelajari kembali lebih dalam tentang Islam, kendatipun dia memberi pengakuan: “meskipun saya terlahir dalam sebuah keluarga Muslim yang taat dan mendapatkan pendidikan agama sejak dari masa kanak-kanak, [setelah masuk sekolah Belanda] saya mulai merasa kehilangan iman.”iii
Agus Salim merupakan mentor yang menyenangkan. Selain ramah dan menggugah, Salim juga merupakan tipikal guru yang membimbing. Ketika berdiskusi ia selalu menyerahkan kesimpulannya kepada masing-masing lawan bicara. Mohammad Natsir salah satu murid binaannya pernah menuturkan : “ketika sulit memperoleh jalan keluar dari sebuah permasalahan, para pengurus JIB berpaling ke Agus Salim. Di depan orang tua itu mereka memaparkan permasalahan. Setelah menyimak dengan cermat, giliran Salim yang berbicara. Panjang lebar, dari semua aspek ia terangkan, namun tak menyinggung solusi. Kemudian salah seorang pengurus JIB menyela : tapi mana jawabnya? Agus Salim hanya merespons : “Jawab permasalahan itu ada pada Saudara-saudara, karena ini persoalan generasi Saudara, bukan persoalan saya. Lihat anak saya (sambil menunjuk anaknya yang masih kecil). Jikalau saya menggendongnya terus, kapan ia berjalan? Biarlah ia mencoba berjalan. Terjatuh tapi ia akan beroleh pengalaman dari situ” (Ridwan Saidi dalam buku 100 tahun Agus Salim).
Karena kurang setuju dengan sikap yang menggurui, Agus Salim pernah meminta Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari, untuk mendidik santri agar tidak mendewakan guru. Menurutnya kultus individu terhadap guru akan membuat umat menjadi jumud. Alih-alih ingin membebaskan orang sesuai pesan Islam, taklid buta malah membuat umat semakin bodoh dan jauh dari nilai-nilai agama.

Haji Agus Salim wafat di usia 70 tahun pada tanggal 4 November 1954. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Semasa hidupnya, Agus Salim tak pernah di beri tanda jasa. Secara Anumerta kemudian ia menerima  penghargaan dari pemerintah, yaitu Bintang Mahaputera Tingkat I pada tanggal 17 Agustus 1960 dan penghargaan Satyalencana Peringatan Perjuangan Kemerdekaan pada 20 Mei 1961. Selanjutnya, 27 Desember 1961, berdasarkan SK Presiden RI Nomor 657 Tahun 1961, Haji Agus Salim ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.[vii]



[i] http://www.biographyinstitute.com/agus-salim/
[ii] jejakislam.net/?p=250
[iii] http://www.biografiku.com/2012/03/biografi-haji-agus-salim.html
[iv] http://www.biografipahlawan.com/2014/11/biografi-agus-salim.html
[v] http://www.pramukaindonesia.com/2015/09/profile-kh-agus-salim-bapak-pramuka.html
[vi] http://afandriadya.com/2013/09/10/7-karakter-nyentrik-haji-agus-salim/
[vii] http://bieta12.blogspot.co.id/2011/07/kh-agus-salim-perjuangannya-untuk.html

Rabu, 07 Oktober 2015

G 30 S/PKI



Latar belakang:
sejak D.N. Aidit terpilih menjadi ketua PKI tahun 1951, ia dengan cepat membangun kembali PKI yang porak-poranda akibat kegagalan pemberontakan tahun 1948. Usaha yang dilakukan D.N. Aidit berhasil dengan baik, sehingga dalam pemilihan umum tahun 1955, PKI berhasil meraih dukungan rakyat dan menempatkan diri menjadi satu dari empat partai besar di Indonesia, yaitu PNI, Masyumi, dan NV.

Tampaknya PKI berkeinginan merebut kekuasaan melalui parlemen pada masa Demokrasi Terpimpin. Di sarnping itu, mereka juga terlihat mempersiapkan diri untuk mencapai tujuannya, yaitu berkuasa atas wilayah Republik Indonesia. Untuk itu dibentuk biro khusus yang secara rahasia bertugas mempersiapkan kader-kader di berbagai organisasi politik, termasuk dalam tubuh ABRI. PKI juga berusaha memengaruhi Presiden Soekarno untuk menyingkirkan dan melenyapkan lawan-lawan politiknya. Hal ini tampak dengan dibubarkannya Partai Masyumi, PSI, dan Partai Murba oleh presiden. PKI juga berhasil memecah-belah PNI menjadi dua kelompok. Upaya itu ditempuh oleh PKI dengan menyusupkan ir.Surachman (seorang tokoh PKI ) ke dalam tubuh PNI.Setelah PKI merasa cukup kuat, dihembuskan isu bahwa pimpinan TNI Angkatan Darat membentuk Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada saat peringatan Hari Ulang Tahun ABRI tanggal 5 Oktober 1965. PKI juga menyebutkan bahwa anggota Dewan Jenderal itu adalah agen Nekolim (Amerika Serikat atau Inggris). Tuduhan itu ditolak oleh Angkatan Darat, bahkan Angkatan Darat langsung menuduh PKI yang akan melakukan perebutan kekuasaan. Namun dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ABRI pada tanggal 5 Oktober 1965, puluhan ribu tentara telah berkumpul di Jakarta sejak akhir bulan September 1965, sehingga dugaan-dugaan akan terjadinya kudeta semakin bertambah santer.

Kronologi:
Menjelang terjadinya peristiwa G3OS/PKI, tersiar berita bahwa kesehatan presiden mulai menurun dan berdasarkan diagnosis dan tim dokter RRC ada kemungkinan Presiden Soekamo akan lumpuh atau meninggal. Setelah mengetahui keadaan Presiden Soekarno seperti itu, D.N. Aidit langsung mengambil suatu keputusan untuk memulai gerakan. Rencana gerakan diserahkan kepada kamaruzaman (alias Syam) yang diangkat sebagai Ketua Biro Khusus PKI dan disetujui oleh D.N. Aidit. Biro Khusus itu menghubungi kadernya di kalangan ABRI, seperti Brigjen Supardjo, Letnan Kolonel Untung Dari Cakrabirawa, Kolonel Sunardi dan TNI-AL, Marsekal Madya Omar Dani dan TNT-AU dan Kolonel Anwar dan Kepolisian.

Menjelang pelaksanaan Gerakan 30 September 1965, pimpinan PKI telah beberapa kali mengadakan pertemuan rahasia. Tempat pertemuan terus berpindah dan satu tempat ke tempat yang lainnya. Melalui serangkaian pertemuan itu, pimpinan PKI menetapkan bahwa Gerakan 30 September 1965 secara fisik dilakukan dengan kekuatan militer yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa (Pasukan pengawal Presiden) yang bertindak sebagai pimpinan formal seluruh gerakan.

Sebagai pemimpin dari Gerakan 30 September 1965, Letnan Kolonel Untung mengambil suatu keputusan dan memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan untuk siap dan mulai bergerak pada dini hari 1 Oktober 1965. Pada dini hari itu, mereka melakukan serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama dan Angkatan Darat. Para perwira Angkatan Darat disiksa dan selanjutnya dibunuh. Mereka dibawa ke Lubang Buaya, yaitu satu tempat yang terletak di sebelah selatan pangkalan udara utama Halim Perdana Kusuma. Selanjutnya para korban itu dimasukkan ke dalam satu sumur tua, kemudian ditimbun dengan sampah dan tanah. Ketujuh korban dan TNI-Angkatan Darat adalah sebagai berikut:

1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat atau Men Pangad).
2. Mayor Jenderal R. Soeprapto (Deputy II Pangad).
3. Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo (Deputy III Pangad).
4. Mayor Jenderal Suwondo Parman (Asisten I Pangad)
5. Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan (Asisten IV Pangad).
6. Brigadir Jenderal Soetojo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman / Oditur).
7. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean (Ajudan Jenderal A.H. Nasution).

Ketika terjadinya penculikan itu, Jenderal A.H. Nasution yang juga menjadi target penculikan berhasil menyelamatkan diri setelah kakinya tertembak. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani menjadi korban sasaran tembak dan kaum penculik dan kemudian gugur. Ajudan Jenderal A.H. Nasütion yang bernama Letnan Satu Pierre Andreas Tendean juga menjadi korban. Sedangkan korban lainnya adalah Pembantu Letnan Polisi Karel Satsuit Tubun. ia gugur pada saat gerombolan yang berusaha menculik Jenderal A.H. Nasution. Pada waktu bersamaan, G3OS/PKI mencoba untuk mengadakan perebutan kekuasaan di Yogyakarta, Solo, Wonogiri dan Semarang. Selanjutnya gerakan tersebut mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi melalui RRI pada tanggal 1 Oktober 1965. Dewan Revolusi yang dipancarkan melalui siaran RRI itu dibacakan oleh Letnan Kolonel Untung. Sementara itu, Dewan Revolusi di daerah Yogyakarta diketuai oleh Mayor Mulyono. Mereka telah melakukan penculikan terhadap Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugijono. Kedua perwira TNI-AD ini dibunuh oleh gerombolan penculik di desa Kentungan yang terletak di sebelah utara kota Yogyakarta. 

Dampak:
Dampak dari tragedi ini sangatlah besar bagi rakyat indonesia. Semua orang menjadi tak percaya dengan PKI. Mereka selalu mengucilkan PKI dimanapun. PKI dianggap musuh bersama oleh masyarakat maupun pemerintah.dimana-mana terjadi bentrok antara masyarakat dengan PKI.
pemerintah juga sangat keras terhadap PKI. Setelah kejadian tersebut, pemerintah menggalakkan pasukan untuk memberantas PKI. PKI menurut pemerintahan orde baru adalah musuh yang berusaha menggantikan pancasila dengan ideologi komunis. Dengan pasukan pemberantasan PKI tersebut, kira-kira terdapat 2 juta anggota PKI yang berhasil ditumpass oleh pemerintah.
Selain itu, pemerintah juga mencoba memberikan kesan buruk kepadsa komunis. Pemerintah bahkan memberikan film tentang gerakan 30 september ini. film ini akan memberikan kesan buruk kepada PKI dan membuat masyarakat menjadi benci dengan PKI.
Kesimpulan:
 gerakan 30 september adalah gerakan yang misterius menurut saya. Banyak versi yang mengatakan siapa dalang atas kejadian tersebut. Namun yang menurut saya paling sohih adalah teori yang mengatakan bahwa pelaku gerakan ini adalah PKI. Bagaimana tidak? Mr.untung sebenarnya telah merencanakan ini sejak awal bulan september. Ia menyusun pasukanya sendiri untuk menggulingkan soekarno dari kursi jabatanya. Pada malam itu juga, ia memimpin 3 pasukannya yaitu pasukan pasopati,gatotkaca, dan bimasakti. Yang mana ketiga pasukan tersebutlah yang mengeksekusi para jendral. Kemudian, saat aidit,untung, dan para tokoh lainya tertangkap dan disidang, mereka mengkaku bahwa merekalah yang bersalah dan akhirnya mereka dijatuhi hukuman mati. Jadi, menurut saya, dalang dari gerakan 30 september ini adalah PKI.

impor lagi-impor lagi



Pada postingan saya kali ini, saya akan membahas tentang barang barang yang di impor oleh negara kita yaitu negara indonesia. Indonesia adalah negara yang sangat potensial akan sumber daya alam. Beribu-ribu pulau membentang dalam kesatuan negara republik indonesia. Pada masa orde baru, indonesia merupakan salah satu negara peng-ekspor beras terbesar di dunia. Namun, seiring berkembangnya zaman, indonesia semakin menurun tingkat ekspornya. Barang-barang impor sekarang telah merajalela di indonesia. hal-hal sepelepun sekarang indonesia mengimpor barang barang tersebut. Bahkan, indonesia yang dulunya menjadi peng ekspor beras terbesar, sekarang indonesia malah mengimpor beras dari negara tetangga seperti thailan dan filipina. Selain beras, berikut adalah barang-barang yang di impor oleh negara indonesia:
-Impor Bahan Baku dan Barang Penolong
-Impor Barang Konsumsi
-Impor Barang Modal
-Impor Beras
-Impor Pipa Besi dan Baja
-Impor pupuk
Barang barang tersebut bersumber dari badan statistika nasional. Dan kita lihat dari data tersebut bahwa indonesia mengimpor barang yang mana di dalam negeri pun sudah ada. Misal beras,minyak bumi,besi. Barang-barang tersebut masih banyak di temukan diberbagai wilayah di indonesia. Trus mengapa masih impor?